Padahal, berdasarkan UUD 1945 pasal 1 ayat 3, disebutkan bantuan hukum merupakan tanggung jawab negara. "Negara Indonesia adalah negara hukum,". Ketua Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sultan Adam (STIHSA) Banjarmasin, Subiyanto, mengatakan, di dalam negara hukum, seharusnya setiap warga negara memiliki hak terhadap akses keadilan dan kesamaan di hadapan hukum, termasuk warga miskin.
"Ternyata fakta di lapangan, mencari keadilan dan kebenaran sekarang ini tidak murah. Sampai keluar darah, berjuang keringat untuk mendapatkan bantuan hukum. Kalau tersandung hukum, harus membayar pengacara dengan biaya cukup mahal. Hati nurani kami terpanggil untuk memberi solusi, membantu si miskin secara cuma-cuma," kata Subiyanto.
Subiyanto bercerita, beberapa dosen STIHSA mendirikan LKBH pada 2010 sebagai wadah membantu masyarakat miskin yang mencari keadilan dan kebenaran. Komitmen membantu masyarakat miskin, maka untuk biaya operasional membela warga, beberapa pengurus LKBH yang juga dosen STIHSA urunan.
"Setiap kali menangani kasus, memerlukan dana Rp 1 juta atau lebih. Apalagi kalau kasusnya hingga ke luar daerah seperti Kotabaru atau Hulu Sungai," kata Subiyanto.
Bukan itu saja, pihaknya tak hanya membantu secara hukum, terkadang membelikan materai, uang transport dan sebagainya kepada kliennya yang miskin. Dia menambahkan, selain urunan anggota LKBH, 10 tahun terakhir, LKBH STIHSA mendapat bantuan dari Pemkab Tapin dengan kompensasi, pihaknya memberikan penyuluhan hukum di kabupaten tersebut. "Juga ada bantuan dari Yayasan STIHSA, bantuan insidentil dari pemprov maupun Pemkab Batola," ucap Subiyanto.
Menurut dia, bantuan hukum yang diberikan ke masyarakat berupa konsultasi hukum dan maupun bantuan dalam sidang pidana maupun perdata. "Untuk konsultasi hukum yang paling banyak masalah tanah, narkoba, percerian dan korupsi," kata Subiyanto.
Adapun kasus yang ditangani sejak Januari hingga Juli 2012 adalah kasus narkoba sebanyak tujuh orang, memalsukan surat satu orang, korupsi (satu orang), penganiayaan (satu orang), senjata tajam sebanyak dua orang, perlindungan anak satu orang dan perbuatan tidak menyenangkan sebanyak dua orang.
"Tiap hari kami menangani perkara ada dua kasus. Bagi masyarakat miskin yang ingin minta bantuan hukum harus ada surat keterangan dari RT dan kelurahan dan bisa juga langsung datang ke kantor LKBH Sultan Adam. "Kalau orang itu dari keluarga tak mampu ketahuan saja dari penampilannya," ujar Subiyanto.
Pihaknya meminta calon klien mengisi formulir untuk didaftarkan dan dibikinkan surat kuasa. "Mengingat tujuan kami membantu masyarakat miskin, bantuan tak dipungut biaya alias gratis," ucapnya. (m.banjar)
GAGASAN awal pendirian Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di Indonesia pada 1970-an adalah untuk memberikan bantuan hukum bagi orang-orang yang tidak mampu memperjuangkan hak-haknya. Terutama rakyat miskin yang digusur, dipinggirkan, kena PHK, dan keseharian pelanggaran atas hak-hak asasi mereka.
Lambat laun, rezim otoriter Orde Baru di bawah Soeharto membuat LBH menjadi salah satu subjek kunci bagi perlawanan terhadap otoriterianisme Orde Baru, dan menjadi simpul penting bagi gerakan pro demokrasi.
Prinsip-prinsip bagi penegakan demokrasi, hak asasi manusia dan keadilan, membawa LBH ke tengah lapangan perlawanan atas ketidakadilan struktural yang dibangun dalam bingkai Orde Baru. LBH memilih untuk berada di sisi pergerakan kaum buruh, petani, mahasiswa, kaum miskin kota, dan semua kekuatan yang memperjuangkan demokrasi.
LBH kemudian mengembangkan konsep Bantuan Hukum Struktural (BHS), konsep yang didasarkan pada upaya-upaya untuk mendorong terwujudnya negara hukum, menjamin keadilan sosial dengan cara melibatkan klien untuk ikut menyelesaikan masalahnya sendiri. Kemudian, mengorganisasi diri mereka sendiri dan pada akhirnya bisa mandiri dan tidak tergantung lagi kepada pengacaranya.
Namun, dengan bergantinya era Orde Baru ke zaman reformasi, bantuan hukum struktural tersebut mati suri dan tak pernah ada lagi. "Sekarang kasus-kasus di masa Orde baru kembali bermunculan di Indonesia, terutama berkaitan dengan agraria," kata anggota Ligitasi LKBH STIHSA Banjarmasin, Dr Masdari Tasmin.
Selain masalah agraria, di Kalsel pun sebenarnya ada yang masuk katagori bantuan hukum secara struktural, seperti masalah penambangan batu bara, pemadaman PLN, matinya air leding dan lainlainnya.
"Bantuan hukum secara struktural adalah masyarakat yang menghadapi permasalahan hukum secara bersama-sama. Misalnya, satu desa ditambang oleh pengusaha dan masyarakat di sana merasa keberatan. Mereka secara bersama-sama minta bantuan hukum untuk melakukan gugatan kepada pengusaha atau pemerintah, karena merasa dirugikan misal terjadi musibah banjir," kata pria yang juga advokat kondang Kalsel ini.
Mengingat sekarang banyaknya kasus seperti di atas, menurut Masdari, tak menutup kemungkinan LKBH STIHSA menjadi pelopor menghidupkan kembali bantuan hukum secara struktural untuk membantu masyarakat yang tertindas. (m.banjar)
Syarat Mengajukan Bantuan ke LKBH Bagi Masyarakat Miskin:
- Surat keterangan dari RT dan kelurahan
- Langsung datang ke kantor LKBH
- Mengisi formulir untuk didaftarkan dan dibikinkan surat kuasa
- Tanpa dipungut biaya alias gratis
Perkara Ditangani:
- Perdata
- Pidana
---------------------------------------------
Open Your Mind
{ 2 komentar... read them below or add one }
so nice this content
trijacus: thanks
Post a Comment