Tera ulang adalah, menandai secara berkala dengan tanda tera yang sah atau tanda tera batal yang berlaku, memberikan keterangan- keterangan tertulis yang bertanda tera sah atau tanda tera batal yang berlaku.
Adapun yang berhak menera adalah petugas dari Disperindag bagian Metrologi di alat-alat ukur, seperti takaran, timbangan dan perlengkapan yang pernah ditera.
Sejumlah pedagang yang ditemui Metro, tidak tahu bahwa alat ukur miliknya harus ditera ulang. Muna, pedagang sayur dan ikan kering di Pasar THR, Basirih, Banjarmasin Barat mengaku tidak tahu ada aturan itu.
Demikian pula Bella, pedagang bawang. Menurut dia, selama dua tahun dia berdagang, belum pernah ada petugas dari Disperindag menera ulang timbangan miliknya. "Jadi, aman-aman saja. Timbangan saya pas kok," ujar Bella.
Sementara itu, pedagang ikan di Pasar Sederhana, Jalan Mayjen Sutoyo S, Zahari, mengatakan, timbangan miliknya juga tidak pernah
ditera selama empat tahun.
Anggota Tim Penera Timbangan Balai Pelayanan Kemetrologian Disperindag Kalsel, H Ardiansyah mengatakan, tim telah menjadwalkan tera terhadap timbangan yang ada di Banjarmasin. Namun, bulan ini petugas melakukan pendataan jumlah timbangan yang ada di Rantau, Tapin.
"Saat ini kami sedang melakukan pendataan timbangan yang ada di Rantau agar saat tera ulang nanti, semua timbangan dipastikan telah ditera. Pedagang di Pasar THR dan Pasar Sederhana itu juga akan kami datangi, tapi masih tunggu giliran," ujar Ardiansyah.
Menurut Ardiansyah, tera ulang dilakukan agar tidak ada yang dirugikan baik pembeli mapun penjual karena kerusakan alat ukur. Dia mengatakan, tera ulang diatur dalam Undang Undang RI Nomor 2 tahun 1981 tentang Metrologi Legal.
Pada undang undang itu disebutkan, setiap pemilik alat ukur, takar, timbangan yang digunakan untuk kepentingan bisnis (dagang) wajib menerakan alat ukurnya setahun sekali.
Adapun prosesnya adalah, petugas dari Disperindag mendatangi ke pasar-pasar untuk menghitung jumlah alat yang digunakan pedagang. Pedagang diberi kartu yang harus diisi dengan data diri. Beberapa hari kemudian, tim dari Balai Kemetrologian akan melakukan tera ulang.
Ardiansyah mengatakan, setelah ditera ulang, petugas akan menandai atau memberi stempel pada alat yang telah ditera. Petugas yang melakukan peneraan adalah petugas yang mempunyai sertifikat khusus untuk menera. "Selama ini, sistem yang digunakannya seperti itu. Istilahnya masih menjemput bola," ujarnya.
Sayangnya, Ardiansyah mengatakan, masih banyak pedagang yang mengelak dengan alasan sibuk, timbangannya masih baru dan sebagainya. "Biasanya timbangan yang rentan mengalami penurunan pengukuran adalah milik pedagang ikan basah. Soalnya setiap hari kena air lalu jadi berkarat. Itu pun pedagang sering bilang timbangannya masih baru," ucapnya.
Padahal, biaya reparasi, alat ukur hanya Rp 25.000 sampai Rp. 30.000 untuk satu alat. "Harga ditetapkan sekitar itu untuk membayar orang yang benar-benar ahli mereparasi alat ukur. Tidak bisa sembarang orang melakukannya," ujarnya. (mtb)
------------------------------------------------------------
Alat ukur yang diterakan:
Meteran (m)
Takaran kering (tk)
Takaran basah (tb)
Anak timbangan (at)
Timbangan sentisimal (sent)
Timbangan decimal (des)
Timbangan meja (tm)
Dacin logam (dl)
Timbangan pegas (tp)
Neraca (n)
Timbangan kuadran/surat (ts)
Timbangan capat (tc)
Timbangan bobot ingsut (tc)
Pemaras (p)
----------------------------------------------------------------
Sumber: Balai Pelayanan Kemetrologian Banjarmasin
----------------------------------------------------------------
Ketentuan Jika Melanggar:
Barang siapa memakai alat ukur, takar, timbang yang bertanda
batal, tak bertanda tera yang sah, alat yang rusak, menjual
menggunakan alat itu maka akan dipidana penjara selama-lamanya
satu tahun atau denda setinggi-tingginya Rp 1.000.000
Barang siapa melakukan perbuatan menjual, menawarkan untuk
dibeli, atau memperdagangkan dengan cara apapun juga, kurang dari
isi bersih, berat bersih di bungkus atau label, akan dipidana
penjara selama-lamanya enam bulan dan atau denda setinggi
tingginya Rp 500.000
---------------------------------------------------------------
Sumber: UU RI Nomor 2 tahun 1981
{ 0 komentar... read them below or add one }
Post a Comment